Desa Trunyan, Warisan Asli Nan Eksotis di Ujung Bali

20 Februari 2021, 20:08 WIB
Salah satu sudut Desa Trunyan, Bangli, Bali. /disparda.baliprov.go.id

POTENSIBADUNG.COM - Di tepi Danau Batur, di Desa Trunyan, lokasi yang sangat terisolasi ini berdiam orang-orang 'asli' Bali. Saat menjejakkan kaki di salah satu wilayah di Bangli Provinsi Bali ini, pandangan mata tak bisa lepas dari tengkorak yang berjejer di sisi kuburan yang unik. Tubuh dan tulang pun tergeletak di tempat terbuka yang tak bisa luput dari mata.

Untuk menjangkau Truyan, Anda bisa melakukan perjalanan tiga jam dari Denpasar. Perjalan yang begitu menyegarkan karena ditemani pemandangan Gunung Batur yang tampak kokoh di antara awan dan kabut.

Perubahan atmosfer dan iklim yang tiba-tiba sudah cukup untuk menghilangkan kantuk dari mata kita. Sangat mudah untuk tersesat di selatan yang padat liburan, sehingga kami membutuhkan lebih dari satu menit untuk mencubit diri sendiri dan mendaftarkan bagian kecil Bali ini hanya dengan berkendara.

Baca Juga: Kebijakan Privasi Kena Sorot, Whatsapp Tetap Bersikeras

Meski telah tersentuh oleh penjajahan dan peradaban zaman modern, sebagian masyarakat adat Bali masih hidup di antara kita dan mematuhi budaya asli mereka yang dapat ditelusuri kembali ke abad ke-11.

Trunyan - atau Terunyan - adalah salah satu desa tempat tinggal orang Bali Aga atau Bali Mula (artinya awal atau asli). Lokasinya yang jauh di pantai timur Danau Batur  memisahkan mereka dari pengaruh kontemporer. 

Di Trunyan, jenazah dilarung dengan sampan dengan acara khusus untuk dibiarkan membusuk di atas tanah di tempat terpencil yang terpisah dari desa induk. Pemakaman Trunyan terletak di tepi danau kaldera yang luas dan dijaga oleh pohon beringin kuno yang dinamai desa tersebut.

Baca Juga: 6 Hal yang Diinginkan Wanita dari Pria

Pohon agung Taru Menyan (sejenis kemenyan atau olibanum), secara lokal dijuluki 'pohon harum', karena memiliki kekuatan untuk menyerap bau busuk dari mayat yang membusuk. Pemakaman ini berjarak 15 menit naik perahu dari Desa Trunyan.

Sementara banyak yang berani melakukan perjalanan sendiri, Trunyan memiliki kekayaan sejarah yang tidak jelas tidak dapat diungkapkan oleh pengunjung mana pun.

Kebanyakan pemandu wisata mengatur perjalanan perahu langsung ke kuburan, melewati desa. Rute yang dilalu memiliki jalanan terjal dan berkelok-kelok.

Melintas dari desa ke desa, Anda tidak bisa tidak memperhatikan keheningan yang aneh. Mengerikan tapi, sekaligus, sangat menyenangkan.

Ternyata banyak penduduk telah bermigrasi ke Denpasar dan daerah berkembang lainnya untuk pekerjaan tetap, kembali hanya untuk upacara suci, sehingga menyerupai kota hantu yang sepi. Trunyan terletak di ujung terjauh, setelah desa demi desa yang lewat tanpa peringatan.

Di desa kecil ini terdapat sebuah kuil yang besar namun kuno sebagai pusatnya. Pura sempat ditutup selama dua bulan dan akan dihidupkan kembali pada Hari Raya Nyepi dengan perayaan besar-besaran.

Dari desa, transportasi ke pemakaman dilakukan dengan perahu dayung empat tempat duduk. Sepanjang perjalanan terlihat pemandangan hijau yang dramatis, perahu meluncur melalui air yang tenang di sisi danau yang tenang, dinding kaldera hijau memanjat tinggi di atas. Ya, Anda sedang menuju Pulau Tengkorak.

Jangan lupa melihat ke atas, karena terkadang elang hitam yang anggun terbang melintas. Jika beruntung, Anda juga bisa melihat suku monyet menikmati habitat aslinya. 

Jika Anda rindu akan alam yang masih 'perawan' dengan penghuni yang masih asli belum terpengaruh kemajuan zaman, Desa Trunyan wajib Anda kunjungi.***

Editor: Hari Santoso

Sumber: disparda.baliprov.go.id

Tags

Terkini

Terpopuler