Kronologis Penghentian Kasus Tiga Anak Saya Diperkosa, Lapor Polisi Malah Dihentikan Penyelidikannya

7 Oktober 2021, 18:20 WIB
Dunia maya twitter sedang dihebohkan dengan artikel dugaan kasus pelecehan tiga anak oleh bapaknya sendiri yang merupakan seorang ASN di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. /Project Multatuli/

PotensiBadung.com - Dunia maya sedang dihebohkan dengan artikel dugaan kasus pelecehan tiga anak oleh bapaknya sendiri yang merupakan seorang ASN di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Artikel tersebut disajikan di laman Project Multatuli dengan judul “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan", yang terbit pada Rabu 6 Oktober 2021.

Kejadian dugaan pelecehan tersebut disebut sudah terjadi sejak tahun 2019 dan penyelidikan diberhentikan oleh pihak kepolisian.

Baca Juga: Apakah Pelaku Pelecehan Seksual Boleh Dimaafkan?

Peringatan: Artikel ini mengandung konten eksplisit yang dapat memicu tekanan emosional dan mental bagi pembaca. Kami menyarankan anda tidak meneruskan membacanya. Kami lebih menyarankan artikel ini dibaca oleh polisi Indonesia.

Berikut kronologis lengkap dugaan pelecehan yang diterima tiga anak oleh bapaknya sendiri di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, dikutip dari Project Multatuli.

Oktober 2019

Awal Oktober Lydia (nama samara sang ibu) menyadari ada yang tidak beres dengan anaknya karena mengeluh sakit di bagian kemaluan.

Meskipun harus dibujuk, akhirnya sang anak menceritakan tindakan yang dilakukan bapaknya kepada mereka bertiga.

Pekan kedua Oktober Lydia membawa ketiga anaknya ke kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinas Sosial Luwu Timur.

Laporan Lydia diterima Kepala Bidang Pusat Pelayanan, Firawati yang malah langsung menghubungi terduga pelaku, yakni bapak sang anak dengan dalih mereka saling kenal.

Lydia dan ketiga anaknya diperiksa oleh psikologis Pusat Pembelajaran Keluarga (yang belakangan diketahui bukan psikolog professional) dan mengkalim “tidak memperlihatkan tanda-tanda trauma”.

Baca Juga: Kronologi Lengkap Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Pusat, Jadi Babu Hingga Kemaluan Dicoret-coret Spidol

Polisi menerima laporan Lydia pada 9 Oktober 2019 dan ia diminta menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) tersebut tapi dilarang membacanya terlebih dulu.

Jumat, 18 Oktober, polisi mengabarkan hasil visum dari Puskesmas dan menurut seorang penyidik mengklaim “tidak ditemukan apa-apa.”

November 2019

6 November penyidik kepolisian menghubungi Lydia jika akan ada pemeriksaan di Biddokkes Polda Sulsel dan ia juga menerima ancaman dari mantan suaminya (terduga pelaku).

Saat pemeriksaan terhadap Lydia dan saudaranya, mereka ditanya kondisi kesehatan mental keluarga.

Baca Juga: Terduga Pelaku Perundungan dan Pelecehan Seksual di KPI Berencana Melaporkan Balik Korban MS

Hasil pemeriksaan psikiatri ini terbit pada 11 November yang menyebutkan Lydia memiliki “gejala-gejala waham bersifat sistematis yang mengarah gangguan waham menetap.”  

Pada 15 November, terbit surat visum fisik ketiga anaknya oleh tim Forensik Biddokkes Polda Sulsel, yang menyatakan tidak ditemukan kelainan atau tanda kekerasan fisik terhadap ketiga anak Lydia.

Desember 2019

Kepolisian Luwu Timur menerbitkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan pada 19 Desember. Surat ini mengacu proses penyelidikan serta gelar perkara pada 4 Desember.

Surat itu memuat ketetapan kepolisian menghentikan proses penyelidikan tertanggal 10 Desember 2019, tanpa ada detail pertimbangan penghentian.

Akhir Desember 2019, Lydia mencari keadilan yang memihak korban ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Makassar.

Baca Juga: Terduga Pelaku Perundungan dan Pelecehan Seksual di KPI Berencana Melaporkan Balik Korban MS

LBH Makassar, melalui Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual terhadap Anak, menjadi penasihat hukum Lydia ketika kasus sudah dihentikan oleh Kepolisian Luwu Timur.

Pusat Pelayanan Kota Makassar juga memberi pendampingan psikologis kepada ketiga anak Lydia dan didiagnosa mengalami cemas.

Cerita mereka mendapatkan kekerasan seksual, kemungkinan terduga pelakunya lebih dari satu orang.

Cerita korban diperkuat dalam rekaman foto dan video yang disimpan Lydia, yang menggambarkan bekas-bekas kekerasan fisik ketiga anaknya. 

Rezky Pratiwi dari LBH Makassar menyebut proses penyelidikan Polres Luwu Timur sudah “cacat prosedur” sejak visum pertama hingga pengambilan keterangan setiap anak. 

Baca Juga: Bunda Simak Waktu Terbaik untuk Hamil Berdasarkan Zodiak untuk Cancer, Leo, dan Virgo

“Seharusnya, anak-anak didampingi oleh orang tua serta pendamping hukum, pekerja sosial atau pendamping lain sebagaimana mandat dalam UU 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,” ujarnya dikutip dari artikel yang dipublish Project Multatuli.

Pada 26 Desember 2019, LBH Makassar bersama Lydia mendatangi Polda Sulawesi Selatan dan meminta gelar perkara khusus atas penghentian penyelidikan di Polres Luwu Timur.

Februari 2020

Pada 10 dan 13 Februari 2020, tim hukum melayangkan surat untuk gelar perkara, tapi tak ada jawaban.

Pada 19 Februari, Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan Kombes Pol Ibrahim Tompo malah menyampaikan ke media kalau mereka telah “melaksanakan gelar perkara internal” dan penghentian penyelidikan disebutnya sudah sah dan sesuai prosedur.

Maret 2020

Pada 5 Maret, tim Polda Sulawesi Selatan mengabarkan ke LBH Makassar jika gelar perkara khusus akan dilakukan pada 6 Maret, pukul 13.00, di kantor Polda. 

Pada 14 April, hasil gelar perkara itu menyebut Polda Sulsel merekomendasi Polres Luwu Timur untuk tetap menghentikan proses penyelidikan atas laporan pencabulan tersebut. 

Juli 2020

LBH Makassar mengirim surat aduan ke sejumlah lembaga di antaranya ke Kompolnas, Ombudsman, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sulsel, Bupati Luwu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, dan Komnas Perempuan. 

Hingga saat ini kasus dugaan pelecehan tersebut masih diberhentikan. Lydia dan ketiga anaknya juga sudah meninggalkan rumah kelam mereka.

Anak Lydia didiagnosa oleh rumah sakit rujukan mengalami kerusakan pada bagian anus akibat pemaksaan persenggamaan.

Diagnosis lain abdominal and pelvic pain. Kerusakan pada organ vagina akibat pemerkosaan dan juga vaginitis atau peradangan pada vagina dan konstipasi atau susah buang air besar. 

Artikel ini pertama kali terbit di Project Multatuli, ditayangkan ulang di bawah lisensi Creative Commons BY-NC-ND. Tulisan ini bagian dari serial reportase #PercumaLaporPolisi yang didukung oleh Yayasan Kurawal.***

Editor: Imam Reza W

Tags

Terkini

Terpopuler