Ketika si anak bangun tidur dan menyusu, ia melihat di dalam komputernya bahwa jalinan otak pada anaknya berkembang sangat indah.
Tapi tanpa sengaja, si anak menendang sesuatu dan jatuh, si ibupun spontan bereaksi. Ketika si anak kaget karena ibunya berteriak, gambaran otak yang tersambung pada komputer tadi, menggelembung kemudian pecah.
Nah, apa yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir semuanya? Yaitu dengan meminta maaf kepada anak sesegera mungkin atas toxic parenting yang mungkin kita lakukan.
Hal ini dilakukan agar neurotransmitter yang sudah tersambung dalam keadaan buruk, tidak terikat kuat, sehingga anak dapat berdamai dengan dirinya dan melanjutkan hidup dengan semestinya.
“Tapi nanti, jangan salah dalam melakukannya, ya, bu,” kata dr. Aisyah Dahlan berseloroh. “Alih-alih kita meminta maaf, malah minta anak yang diminta memaafkan kita, gunakan diksi yang tepat.”
“Bunda, mama, ibu, umi, mommy ‘minta maaf’ ya, nak,” kata dr. Aisyah Dahlan mencontohkan.
”Bukan begini, ‘maafkan’ bunda, mama, ibu, umi, mommy, ya, nak. Itu salah,” kata dr. Aisyah Dahlan sambil tertawa.
Karena ada makna yang jauh berbeda antara kata ‘minta maaf’ dengan ‘maafkan’, jika kata ‘minta maaf’, kata itu datang dari sang ibu dengan tulus mengakui kesalahannya.