Jaksa Agung ST Burhanuddin Titikberatkan Penanganan Perkara Korupsi yang Berkualitas

- 10 April 2024, 12:44 WIB
Potret Jaksa Agung ST Burhanuddin
Potret Jaksa Agung ST Burhanuddin /Istimewa

Baca Juga: Bantu Sesama, Bank BPD Bali Lakukan Persembahyangan dan Gelontorkan Bantuan

Baca Juga: Lapas Singaraja Ikuti Moralitas Pelatihan Budi Pekerti Bangsa Indonesia

Sejak dikeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 25/PUU-XIV/2016, yang putusannya menghilangkan frase “dapat” pada Pasal 2 dan Pasal 3 dalam Undang-Undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan menjadikan kualifikasi delik korupsi dimaknai sebagai delik materiil, maka kerugian Negara harus benar terjadi atau nyata (actual loss).

Hal ini menjadi polemik di berbagai kalangan, namun Jaksa Agung menegaskan bahwa perhitungan kerugian Negara dengan perekonomian Negara adalah dua hal yang berbeda.

Dalam perkara korupsi yang dengan sifatnya extraordinary crime, menjadikan pelaku tidak saja berasal dari perorangan saja, tetapi juga melibatkan korporasi (badan hukum) dan konglomerasi (gabungan antara korporasi yang bekerja sama dengan pengambil kebijakan), sehingga dampaknya terjadi pembiaran dan berkelanjutan.

Baca Juga: Kemenkumham Bali Gelar Apel Siaga dan Razia Gabungan di Lapas Kelas IIB Singaraja, Ada Apa ?

Baca Juga: Dorong Pertumbuhan Ekonomi Kreatif di Bali, Kanwil Kemenkumham Bali Lakukan Koordinasi dengan DJKI

Dengan demikian, perhitungan kerugian dalam tindak pidana korupsi tidak bisa hanya dilihat dari pembukuan atau perhitungan secara akuntansi, tetapi harus mempertimbangkan segala aspek dampak yang diakibatkan oleh tindak pidana tersebut, antara lain memperhitungkan pengurangan dan penghilangan pendapatan Negara, penurunan nilai investasi, kerusakan infrastruktur, gangguan stabilitas ekonomi, dan lainnya.

Untuk korupsi di sektor sumber daya alam seperti batubara, nikel, emas, timah termasuk galian C, harus juga memperhitungkan kerugian perekonomian dalam perspektif kerusakan lingkungan, yaitu mengembalikan kepada kondisi awal.

Selain itu, kerugian juga memperhitungkan manfaat yang hilang akibat lingkungan rusak sehingga membutuhkan waktu dan biaya mahal, termasuk kerugian ekologi karena telah mengakibatkan kematian bagi makhluk hidup akibat limbah beracun.

Halaman:

Editor: Ariex Pratama


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah