Respons Aturan KTP Baru, Senator Bali Ingatkan Kearifan Lokal Harus Dipertahankan

24 Mei 2022, 16:00 WIB
Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dapil Bali, Anak Agung Gde Agung (paling kanan) berfoto dengan Duta Besar RI di Bahrain, Abdi Hermawan dan Wakil Ketua 1 DPD RI, Nono Sampono, Senin, 23 Mei 2022. /

 

PotensiBadung.com - Nama minimal 2 kata dan maksimal 60 huruf termasuk spasi.

Mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir.

Demikianlah aturan pencatatan dokumen kependudukan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2022 tentang pencatatan nama pada dokumen kependudukan.

Bagi yang memberikan nama tidak sesuai dengan ketentuan, dokumen kependudukannya tidak diterbitkan.

Baca Juga: Nama Klub Tak Dicantumkan Lagi, Rumor Jefferson Assis ke Persebaya Makin Santer,Perkuat Bajol Ijo Musim Depan?

Baca Juga: UPDATE Transfer Persebaya: Usai Uji Coba Vs Persis, Aji Santoso Coret Lagi 2 Pemain,3 Diresmikan Jelang Liga 1

Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Prof. Zudan Arif Fakrulloh menegaskan aturan ini dikeluarkan sebagai perlindungan anak sejak dini.

Hal ini merespons temuan nama tidak wajar dalam database kependudukan.

Selain kelewat panjang ada juga yang terlalu pendek, satu huruf. Tidak sedikit juga yang menggunakan kata tidak pantas.

Baca Juga: Rahmad Darmawan Kecewa, Performa Punggawa RANS Cilegon FC Menurun, Raffi Ahmad Belanja Pemain Lagi?

Baca Juga: Welcome Mesut Ozil! Sandiaga Uno dan Pemilik RANS Cilegon FC Raffi Ahmad Beberkan Fakta

Ungkapnya nama panjang akan sulit masuk kolom data kependudukan.

Aturan dua kata pada nama akan memudahkan integrasi dengan data yang mewajibkan administrasi seperti pengurusan paspor.

Tak lantas berjalan mulus.

Aturan pencatatan dokumen kependudukan ini berpotensi memunculkan benturan budaya.

Baca Juga: Skuad Lengkap Persib Bandung 24 Mei, Wali Kota Hadir, Bobotoh Banjiri Stadion Siliwangi

Baca Juga: Bali Designpreneur Fashion Show 2022: Istri Gubernur Bali Putri Suastini Koster Ajak Makin Cintai Produk Lokal

Pasalnya, pemberian nama sejumlah daerah di Indonesia, khususnya Provinsi Bali erat kaitannya dengan budaya dan kearifan lokal.

Bila di Provinsi Jawa terdapat tradisi kelompok tertentu yang memberikan nama dengan satu kata saja, maka sebaliknya di Bali justru kebalikannya.

Hal ini tampak salah satunya pada nama-nama yang dirangkai dengan gelar kebangsawanan.

Aturan pencatatan dokumen kependudukan sebagaimana penjelasan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Prof. Zudan Arif Fakrulloh ini direspons serius oleh Senator asal Bali, Anak Agung Gde Agung.

Baca Juga: Persib Bawa Hariono Ke Bandung untuk Jadi Legenda, Bermula dari Jaya Hartono, Sejarah Persib

Baca Juga: Ketum PSSI Janjikan Bonus Rp 250 Juta Usai Timnas Indonesia U-23 Raih Perunggu, Warganet Ingatkan Soal Ini

Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dapil Bali itu mengatakan pemberian nama, khususnya di Bali tidak terlepas dari kehidupan sosial budaya masyarakat.

“Khusus masyarakat Bali, mari kita tunjukkan identitas kita selaku orang Bali. Nama-nama Bali yang mendunia harus tetap eksis. Nama-nama ini merupakan suatu kehormatan yang diberikan orang tua. Di Bali sendiri memang ada nama-nama dengan tata urutan kelahiran. Ini sangat khas. Di dunia Bali sangat menonjol soal ini dengan nama-nama dengan tata urutan kelahiran, yakni Gede atau Putu, Made atau Kadek, Nyoman atau Komang, dan Ketut untuk anak keempat,” ucap Anak Agung Gde Agung dari Bahrain melalui sambungan telepon seluler, Selasa, 24 Mei 2022.

Pemertahanan nama-nama khas ini tegas Penglingsir Puri Agung Mengwi, Badung itu harus dipertahankan dalam hubungannya dengan aturan pencatatan dokumen kependudukan terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

Baca Juga: Disalip AC Milan Gelar Juara Liga Italia, Inter Milan Depak 6 Pemain, 2 Eks Barcelona OUT, Ivan Perisic Stay?

Baca Juga: PascaPandemi Bandara I Gusti Ngurah Rai Kembali Ramai, Ternyata Kebijakan Ini Penyebabnya, Cek Selengkapnya

“Ini merupakan kearifan lokal kita di Bali yang harus tetap kita pertahankan agar eksis dalam tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan. Aturan ini tentu sangat bisa disesuaikan asalkan nama yang dibuat tidak lebih dari 60 karakter. Misalnya nama saya Anak Agung Gde Agung. Kan tidak lebih dari aturan yang ditentukan,” tegas Bupati Badung periode 2005-2015 itu.

“Intinya saya sangat menghormati aturan pencatatan dokumen kependudukan sebagaimana penjelasan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Prof. Zudan Arif Fakrulloh. Hanya saja tentu harus mengakomodir kearifan lokal di Indonesia, khususnya di Provinsi Bali. Sebab nama menunjukkan identitas kedaerahan sekaligus wajah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegasnya. ***

Editor: Dinda Fitria Sabila

Sumber: liputan

Tags

Terkini

Terpopuler