Kasus Dugaan Penyerobotan Tanah di Denpasar, Saksi Bantah Ada Jual Beli

- 1 Juni 2021, 10:03 WIB
Made Sudana (bertopi) didampingi Ketut Bakuh dan Gde Bina memberikan keterangan pers usai bersaksi di PN Denpasar/
Made Sudana (bertopi) didampingi Ketut Bakuh dan Gde Bina memberikan keterangan pers usai bersaksi di PN Denpasar/ /PotensiBadung

Baca Juga: Polri Izinkan Liga 1 Bergulir Lagi, Tapi Ingatkan azas Salus Populi Supreme Lex Esto, Apa Artinya?

Made Sudana, mengaku mengenal Padma namun dipastikan tidak pernah tinggal di Dukuh Sari. Kesaksian ini jelas bertolak belakang dengan bukti bahwa Padma tinggal di Dukuh Sari selama 20 tahun berturut-turut sehingga dijadikan dasar penerbitan surat sporadik sebagai syarat pengajuan sertipikat lewat program PTSL.

Baca Juga: Teruskan Tradisi Orangtua, PT Jimbaran Hijau Ajak Media Promosikan Produk Lokal

Gede Bina berharap majelis hakim dapat melindungi hak kliennya sebagai pengontrak tanah. Gede Bina mengatakan kliennya menyewa tanah atau oper kontrak dari Gono kemudian sewa itu diperpanjang dengan pemilik tanah Pujiama sampai 2047.

Dalam persidangan, kuasa hukum Hendra juga melampirkan bukti kuitansi yang digunakan Wayan Padma untuk mengurus kepemilikan sertifikat tanah yang menjadi sengketa ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Denpasar melalui program nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari pemerintah.

Baca Juga: Digugat Cerai Sang Istri, Alvin Faiz: Kamu Perempuan Hebat

Objek tanah yang diklaim telah dibeli dari Pujiama kemudian oleh Padma dijual kepada Muhaji ini diduga menggunakan dokumen palsu. “Ini patut diduga mereka menggunakan dokumen palsu. Katanya dalam pengurusan sertifikat berdasarkan kuitansi jual beli tetapi bukti kuitansi dari tim Muhaji justru tidak melampirkannya,” ujarnya.

Dalam transaksi tertulis tahun 1990, sementara kuitansi yang digunakan terbitan tahun 2000 ke atas. “Hal ini diketahui karena tertulis keterangan tahun 20 titik titik yang biasa diisi sesuai tahun belakangnya. Selain itu materai yang digunakan adalah nominal 6000 yang baru diberlakukan pemerintah tahun 2006 ke atas, dan di tahun 1990 nominal materai yang berlaku hanya seribu rupiah,” terang Gede Bina. ***

Halaman:

Editor: Hari Santoso


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah