Lebih lanjut, Krisna juga mengungkapkan bahwa jarak keenam pura tersebut kurang dari satu kilometer dari tempat rencana pembangunan terminal LNG. Dimulai dari Pura Sukamerta yang jaraknya kurang lebih 286 meter. Tempat suci lainnya yang terancam adalah Pura Dalem Pengembak, Pura Campuhan Dalem Pangembak, Pura Tirta Empul, dan Pura Mertasari.
"Kami sangat khawatir apabila pembangunan ini dilakukan dan juga dilakukan pengerukan untuk alur laut tersebut sejumlah 3.300.000 meter kubik itu akan mempercepat abrasi dan pastinya akan mengancam pura-pura yang ada di pesisir,” pungkas Krisna.
Made Sunarta selaku Kelihan Banjar Dangin Peken Desa Adat Intaran Sanur juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap keberlangsungan pura di pesisir Sanur akibat rencana pembangunan Terminal LNG tersebut. “Nanti kalau enam pura ini terkena abrasi, siapa yang mengurusi dan mau dipindah kemana pura ini?” tanyanya.
Baca Juga: Persis Solo Ungguli Persebaya, Samsul Arif Sukses Cetak Brace ke Gawang Mantan
Baca Juga: Tujuh Nama Jebolan Akademi Persib Bandung Berlomba Curi Hati Robert Alberts, Siapa Beruntung?
Selain itu, rencana pembangunan terminal LNG Bali Sidakarya juga disebut bertentangan dengan RTRW Bali, bertentangan dengan Undang-Undang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, serta bertentangan pula dengan misi Presiden Jokowi dalam restorasi Mangrove.
Penyusutan luasan mangrove dapat mendegradasi kualitas lingkungan dan mitigasi bencana Bali. Sekaligus menyebabkan kerusakan ekosistem dan memperparah abrasi di pesisir Sanur serta berpotensi menghancurkan kawasan suci Pura di Pesisir Sanur.
Atas dasar tersebut Desa Adat Intaran, Kekal Bali, Frontier-Bali, dan Walhi Bali menolak rencana pembangunan Terminal LNG Bali Sidakarya yang dilakukan di kawasan Mangrove. (***)