Upaya Mengembalikan Joged Bumbung Bali yang Kini Dianggap Seni Murahan dan Remeh

- 21 Juni 2022, 08:32 WIB
Perwakilan peserta lokakarya Joged Bumbung yang diminta memperagakan gerak tari Joged Bumbung sesuai pakem di Taman Budaya Provinsi Bali di Denpasar, Senin (20/6/2022).
Perwakilan peserta lokakarya Joged Bumbung yang diminta memperagakan gerak tari Joged Bumbung sesuai pakem di Taman Budaya Provinsi Bali di Denpasar, Senin (20/6/2022). /ANTARA/HO-Disbud Bali/

PotensiBadung.com - Tradisi tari Joged Bumbung khas Bali belakangan dinilai sebagai kesenian murahan dan remeh. Padahal, jenis tari ini sudah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia pada 2 Desember 2015.

Kini, berbagai upaya dilakukan untuk mengembalikan tari ini menjadi etis dan estetik.

Salah satunya menggelar Kriyaloka (lokakarya) dan sejumlah pementasan serangkaian Pesta Kesenian Bali ke-44.

Hal tersebut untuk memperkuat pakem tradisi tari Joged Bumbung yang belakangan banyak mengalami perubahan dan cenderung memasukkan gerak-gerak pinggul.

Baca Juga: Kejari Bandung Tangkap Otak Penipuan Pendirian Restoran Gang Manggo Stephanus Irawan, Ini Kronologisnya

"Joged Bumbung itu sebagai bagian dari seni pertunjukan Bali yang memiliki nilai estetika dan popularitas tinggi, namun belakangan sering dijuluki sebagai kesenian murahan dan remeh," kata Tjokorda Istri Putra Padmini saat menjadi narasumber di Denpasar, Senin.

Dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini menyebut akibat masuknya gerakan-gerakan tari di luar pakem, belakangan Joged Bumbung dijuluki Joged Ngebor, Joged Jaruh dan sebagainya.

Dia mengajak seluruh peserta lokakarya untuk menjaga dan mencintai kesenian Joged Bumbung yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 2 Desember 2015.

"Generasi muda mestinya memiliki peran untuk menjaga kesenian ini," ujarnya.

Baca Juga: Mekotek saat Kuningan di Munggu Pasca Pandemi, Diikuti 3.000 Warga

Dia menjelaskan, Joged di luar pakem itu bermula dari keriuhan pementasan Joged Bumbung yang merebak sejak 2003 yang dihebohkan oleh rekaman audio-visual komersial "Joged Goyang Maut atau Goyang Ngebor".

Dalam rekaman tersebut kendati dengan mutu pengambilan gambar yang amatiran, tetapi detail gerak penarinya melakukan goyang maut yaitu laku gerak-gerak persetubuhan, dan dipamer syur.

Pemerintah Provinsi Bali pada 2015 dan 2018 juga telah melakukan pembinaan ke Sekaa Joged Bumbung di berbagai kabupaten/kota di Bali untuk mengembalikan tata tari yang etis-estetik dari seni pertunjukan.

Walaupun melakukan pembinaan secara rutin dan serius, namun kata Cok Padmini, masih dijumpai pementasan Joged Bumbung yang tak sesuai pakem yang terpantau dari unggahan media digital hasil rekaman di lapangan.

"PKB merupakan helatan seni budaya Bali yang bergengsi adalah memiliki peranan penting didalam melestarikan dan mengembangkan kesenian Bali khususnya seni pertunjukan Bali termasuk kesenian Joged Bumbung," ujarnya.

Di dalam program pertunjukan PKB, kesenian Joged Bumbung merupakan salah satu pergelaran favorit, sehingga di setiap pementasannya selalu dihadiri penonton yang membludak dari berbagai kalangan baik anak-anak, remaja dan para orang tua.

Cok Padmini menambahkan, untuk bisa ikut ngibing dalam Tari Pejogedan ini seorang penonton harus bisa menari (Bali) yang baik karena pengibing sebenarnya hanya membolehkan berinteraksi dengan penari Joged melalui adu gerak tari bukan lewat kontak fisik (memegang, memeluk dan merangkul).

Tari Joged Bumbung memiliki pola-pola yang agak bebas, lincah dan dinamis, yang diambil dari gerak Legong Keraton maupun Tari Kekebyaran dan dibawakan dengan sejumlah improvisasi.

Editor: Imam Rosidin

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah