PotensiBadung.com -Umat hindu, khususnya di Pulau Bali merayakan hari raya Galungan dan Kuningan hampir setahun dua kali.
Namun menurut perhitungan, hari Galungan dan Kuningan dilaksanakan setiap 210 hari atau 6 bulan sekali yang sebelumnya diawali dengan Penambahan dan sehari setelahnya dilaksanakan Umanis.
Menurut informasi yang berhasil dihimpun PotensiBadung.com dari website resmi Kabupaten Buleleng bulelengkab.go.id.
Baca Juga: Kronologi Sadio Mane Dikecam, Setelah Lontarkan Candaan Tentang Liverpool
Galungan berasal dari bahasa Jawa Kuno yakni “dungulan" yang berarti menang. Hal ini merayakan kemenangan kebaikan (dharma) melawan kejahatan (adharma).
Secara universal Galungan juga diartikan sebagai hari dimana umat Hindu memperingati terciptanya alam semesta jagad raya beserta seluruh isinya.
Yang mana perayaan Galungan pertama kali dilaksanakan memang sangat sulit untuk dijelaskan kapan pertama kali perayaannya dilakukan.
Baca Juga: Kronologi Sadio Mane Dikecam, Setelah Lontarkan Candaan Tentang Liverpool
Akan tetapi menurut Drs. I Gusti Agung Gede Putra selaku mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI, diperkirakan Hari Raya Galungan sudah dalam dirayakan oleh umat Hindu di seluruh tanah air, sebelum populer di Bali.
Lalu juga menurut lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804.
Artinya hari Raya Galungan sudah ratusan puluhan tahun lalu dilakukan oleh umat hindu di berbagai penjuru tanah air.
Baca Juga: Kronologi Sadio Mane Dikecam, Setelah Lontarkan Candaan Tentang Liverpool
Kemudian juga mengenai makna hari Raya Kuningan adalah memasang kolem, tamiang dan endong sebagai simbol senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra.
Lalu keunikan lainnya adalah selain penggunaan warna kuning yaitu persembahyangan harus sudah selesai dilaksanakan sebelum jam 12 siang.
Dijelaskan hal ini dilakukan karena persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala, sebab para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan.
Yang artinya menekankan pada pentingnya mengatur atau managemen waktu yang harus dilakukan umat manusia.
Tidak boleh menunda kebaikan, itulah nilai positif yang dapat diambil dari hari raya Kuningan yang dilakukan umat Hindu.***