Selama ini dia melihat tidak adanya ketidaksinkronan, di mana Bali sebagai destinasi wisata, kebutuhan mirasnya cukup tinggi bagi wisatawan.
Namun kondisi hari ini kata politisi dari PDI Perjuangan ini dengan produksi yang ada, tercatat 92 persen miras yang beredar di pasaran Bali seperti di tempat hiburan menurutnya adalah miras import, dan hanya 8 persen yang diproduksi di masyarakat lokal Bali.
"Kan enggak benar ini, kemudian nilainya Rp7 triliun dari Bea Cukainya saja, belum lagi segi omzetnya. Jadi untuk menghindari praktik ilegal yang membuat susah masyarakat, maka hadirnya Perpres ini untuk memperkuat regulasi kami di daerah untuk menata, bukan membolehkan secara bebas. Apalagi arak dan brem di Bali dipakai juga untuk sarana upakara keagamaan dan kesehatan masyarakat," jelas Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng ini.***