Jampidum: Hingga Awal Mei 2022, 1.070 Perkara Telah Dihentikan Dengan Keadilan Restoratif

- 23 Mei 2022, 13:53 WIB
Jampidum Fadil Zumhana
Jampidum Fadil Zumhana /Foto: Kejagung/

PotensiBadung.com - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum ( Jampidum) Dr. Fadil Zumhana menyampaikan pada tahun 2020, Kejaksaan Republik Indonesia terus mendapat desakan dari masyarakat untuk tidak melanjutkan penuntutan terhadap tindak pidana yang tidak perlu untuk dituntut dan sifatnya ringan.

“Tidak hanya karena biaya penuntutan perkara yang mahal, tetapi masyarakat juga menuntut agar Jaksa lebih fokus kepada pemulihan korban daripada menghukum berat pelaku yang seringkali juga hidup dalam kemiskinan. Untuk mengakomodir tuntutan tersebut, Kejaksaan menggunakan kewenangan diskresinya untuk mengesampingkan perkara yang tidak perlu dituntut selama hak korban dipenuhi oleh pelaku kejahatan,” ujar Jampidum.

Baca Juga: Korupsi Minyak Sawit Mentah, Tiga Pejabat Kemendag Dicecar Jaksa

Baca Juga: Eks Sekda Buleleng Dewa Puspaka Divonis 8 Tahun Penjara, Kejati Bali Apresiasi Hakim

Jampidum menyampaikan pada prinsipnya harus dipahami bahwa Kejaksaan di Indonesia tidak harus selalu menuntut suatu tindak pidana. Hal ini karena undang-undang di Indonesia tidak mengenal konsep bahwa menuntut adalah suatu kewajiban (mandatory prosecution).

Sebaliknya, sistem hukum Indonesia menganut prinsip diskresi penuntutan, di mana kejahatan akan dituntut, hanya jika penuntutan itu dianggap tepat dan lebih bermanfaat bagi kepentingan umum.

“Dengan kata lain, Penuntut Umum tidak hanya berwenang untuk menuntut setiap perkara pidana, tetapi juga berwenang untuk tidak melanjutkan penuntutan berdasarkan penilaian Jaksa,” ujar Jampidum.

Baca Juga: Susul sang Ayah Jadi Tersangka, Anak Eks Sekda Buleleng Belum Ditahan, Ini Kata Kejati Bali

Baca Juga: Komisaris Independen PT SIAP Jadi Saksi Korupsi Asabri, Apa Perannya?

Halaman:

Editor: Hari Santoso


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x