“Untuk itu, saya tekankan kepada seluruh jajaran bahwa fokus RJ adalah pemulihan keadilan korban sehingga pada saat publikasi hendaknya hal yang lebih ditonjolkan adalah telah pulihnya kerugian korban, dan adanya empati dan kebesaran hati dari korban yang dengan ikhlas bersedia memaafkan kesalahan pelaku.
Intinya kita harus mampu hadir sebagai penyeimbang diantara tujuan pemenuhan hak atau kepentingan korban dan tujuan memperbaiki diri pelaku kejahatan, serta mengembalikan harmoni di dalam masyarakat,” ujar Jaksa Agung.
Baca Juga: Dua Jaksa Diduga Nakal di Kejari Sumenep Ditarik ke Kejati Jatim, Begini Klarifikasi Kejagung
Khusus untuk wilayah Sumatera Barat, Jaksa Agung menyampaikan sampai dengan tanggal 20 Juli 2022, baru tercatat jumlah penghentian penuntutan berdasarkan RJ sejumlah 20 perkara.
Angka ini terbilang sedikit dibandingkan dengan jumlah dari wilayah Kejaksaan Tinggi (Kejati) lain se-Pulau Sumatera, padahal Sumatera Barat adalah salah satu provinsi dengan jumlah kekayaan adat dan kearifan lokal yang sangat banyak dan beragam.
“Oleh karena itu, saya instruksikan agar masing-masing satker di wilayah Sumatera Barat dalam pelaksanaan RJ harus mampu secara maksimal menggali nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Sumatera Barat.
Baca Juga: Dua Jaksa Diduga Nakal di Kejari Sumenep Ditarik ke Kejati Jatim, Begini Klarifikasi Kejagung
Saya contohkan, jajaran Kejaksaan dapat bersinergi dengan lembaga kerapatan adat nagari atau lembaga perwakilan permusyawaratan dan permufakatan adat tertinggi nagari yang telah ada dan eksis secara turun temurun, di tengah-tengah masyarakat nagari di Sumatera Barat,” ujar Jaksa Agung.